Sabtu, 27 Februari 2010

LIMBAH MEDIS

FARIADI,AMKL


Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Kegiatan tersebut akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain adalah sampah dan limbah medis maupun non medis yang dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran yang perlu per-
hatian khusus. Oleh karenanya perlu upaya penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dan karyawan akan bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari sampah maupun limbah rumah sakit. Sampah atau limbah rumah sakit dapat mengandung bahaya karena dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif
.
Selain itu, karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit menjadi depot segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi oleh orang-orang yang rentan dan lemah terhadap penyakit. Ditempat ini dapat terjadi penularan baik secara langsung (cross infection), melalui kontaminasi benda-benda ataupun melalui serangga (vector borne infection) sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat umum.


KARAKTERISTIK LIMBAH RUMAH SAKIT

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.
Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.

Limbah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu.

Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2) Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
•Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)
•Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

3) Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

4) Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.

5) Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

6) Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain:
Tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.


PENGARUH LIMBAH RUMAH SAKIT TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEHATAN

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :
•Gangguan kenyamanan dan estetika Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bauphenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.
•Kerusakan harta benda dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif,karat),air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
•Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.
•Gangguan terhadap kesehatan manusia ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.
•Gangguan genetik dan reproduksi meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.

PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT

A) Limbah padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah klinis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :

Golongan A :
1) Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
2) Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
3) Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golonganA.

Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.

Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

Pelaksanaan pengelolaan
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah klinis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

1) Pemisahan

Golongan A
1.1. Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah klinis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis. Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :

a) Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).

b) Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.

1.2. Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan yang bertanggungjawab, kepala Bagian Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q Sub Din PKL setempat
.
1.3. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah klinis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.

1.4. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.

Golongan B
1.5. Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.

1.6. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan dengan incinerator.


2) Penampungan

2.1. Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :

•Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
•Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.
•Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.
•Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus.
•Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

2.2. Sampan yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambilmenunggu pengangkutan.

3) Pengangkutan

3.1. Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :
•Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
•Tidak akan menjadi sarang serangga
•Mudah dibersihkan dan dikeringkan
•Sampan tidak menempel pada alat angkut
•Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali 3.2. Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :
•Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
•Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.




LIMBAH CAIR

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:

a) Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System) Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup.
Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
1. Pump Swap (pompa air kotor).
2. Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3. Bak Klorinasi
4. Control room (ruang kontrol)
5. Inlet
6. Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7. Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b) Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur).
Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3. Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4. Chlorination Tank (bak klorinasi)
5. Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6. Control Room (ruang kontrol)
c) Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan meng-hasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti. Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :

KESIMPULAN

- Rumah sakit merupakan penghasil limbah medis atau klinis yang cukup besar den dapat membahayakan kesehatan karyawan,
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Septic Tank (inhaff tank)
3. Anaerobic filter.
pasien, pengunjung, den petugas yang menangani limbah klinis dan lingkungan.
4. Stabilization tank (bak stabilisasi)
5. Chlorination tank (bak klorinasi)

- Limbah rumah sakit perlu dikelola dengan baik den benar.
6. Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7. Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment System dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya

Pengelolaan Sampah Medis di Negeri ”Tirai Bambu”
JAKARTA – Ide pemerintah Cina untuk memperhatikan pembuangan limbah medis bisa menjadi gambaran keseriusan negara itu membasmi wabah SARS. Hal ini juga mengisyaratkan lemahnya sistem pengolahan limbah medis secara keseluruhan. Bisa juga menjadi peringatan bagi Indonesia yang sistem pengolahan limbah medisnya tergolong buruk.

Regulasi baru mengenai kantung pengaman dan sistem label untuk limbah medis di Cina menarik dicermati. Ini merupakan regulasi pertama mengenai kesehatan yang dikeluarkan pemerintah Cina. Regulasi ini mengatur penggolongan jenis sampah medis yang berpotensi menularkan penyakit. Juga sistem labelisasi baru yang berkaitan dengan bidang ini.
Rencananya, sampah jenis ini akan ditaruh dalam kantong plastik terpisah berwarna merah dan diberi label khusus dengan tanda bahaya. Selain itu, setiap kantong juga diusahakan berasal dari perpaduan berbagai teknologi plastik yang ada sekarang. Ini berarti tidak hanya terbuat dari bahan PVC, yang banyak dipergunakan untuk jas hujanatau rumah tembus pandang di kebun.
”Sampah medis, kalau tidak ditaruh di kantong yang baik, malah bisa menjadi sarang berkembang biaknya virus penyakit,” ucap Liu Youbing, dari organisasi SEPA – sebuah organisasi milik pemerintah Cina yang berurusan dengan perlindungan lingkungan belum lama ini.

Sampah Medis
Teknologi pengelolaan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan, hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang juga terbukti memiliki nilai negatif besar.
Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Dan kadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai. Sehingga dapat dipastikn sungai tersebut mulai mengandung polusi zat medis.
Sedangkan insenerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan bahwa teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh.
Hal menarik dalam masalah ini adalah ditemukannya teknik pembakaran baru dengan menggunakan sinar matahari. Selain menutup kemungkinan timbulnya asap penyebab dioksin, juga menghemat ongkos operasi yang perlu dikeluarkan. Modelnya sederhana. Berupa kotak serupa microwave, terdiri dari dua buah kotak saling mengisi yang dilapisi aluminium foil. Selembar kaca mika transparan menjadi penutup dan dua buah cermin saling berhadapan menjadi reflektor yang paling sukses mengantarkan panas ke kotak.
Dengan waktu 20 menit, temperatur yang tercipta bisa mencapai 150 derajat Celcius. Sebuah titik panas yang dianggap bisa memusnahkan bakteri.
Di India, teknologi pembakaran menggunakan tenaga surya seperti ini juga mulai dilakukan. Kabar terakhir, seperti dilansir BBC News, rumah sakit Choitram di India memutuskan mencoba melakukan uji potensial peralatan ini guna pengolahan sampah medis Indonesia
Sementara itu, Direktur RS Cipto Mangunkusumo, dr Merdias Almatsier, menyatakan bahwa kendala pengelolaan limbah rumah sakit di Indonesia terkait masalah kurangnya dana. ”Kebanyakan penanganan limbah rumah sakit ini sekarang menggunakan tangki septik,” ujarnya.
Baru beberapa tahun terakhir mulai digunakan insenerator untuk mengurus sampah medis berpotensi menyebabkan infeksi. ”Sedangkan untuk sampah yang bersifat non-infeksius, diserahkan ke Dinas Kebersihan DKI Jakarta,” ujar Almatsier. Menurut data dalam sehari rumah sakit ini bisa menghasilkan sampah hingga 12 meter kubik, yang terdiri dari jenis potensi infeksi dan noninfeksi.
Menurut Almatsier memang teknik pengelolaan sampah medis seperti ini sudah sangat ketinggalan zaman. ”Ini disebabkan minimnya dana operasional yang dikucurkan pemerintah,” ucapnya. Akibatnya juga banyak limbah endapan tangki septik tersebut yang akhirnya dibuang ke sungai, sehingga. makin menambah masalah polusi terhadap sungai. Namun, saat ditanyakan mengenai masalah tersebut, Almatsier mengakui bahwa pencemaran memang mungkin timbul dari pihak RS Ciptomangunkusumo. Tapi menurutnya, sungai di belakang rumah sakit tersebut memang tidak pernah bersih dari dahulu.
(str-sulunhttp://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2004/0123/kes1.htmlg prasetyo)

Limbah Rumah Sakit Belum Dikelola dengan Baik


Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.

Kepala Pusat Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar. Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.

Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuang-an seperti itu.

Septic tank yang benar, ujar Setyo, terdiri atas dua bidang. Pertama, sebagai penampung, dan kedua sebagai tempat penguraian limbah. Setelah limbah terurai, disalurkan melalui pipa ke tanah yang di dalamnya berisi pasir dan kerikil. Tujuannya agar aman terhadap lingkungan.

Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. IHal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.


Berdasarkan peraturan itu, limbah nonmedis dibungkus dengan plastik berwarna hitam, sementara limbah medis dibungkus dengan plastik berwarna seperti kuning, merah. Tetapi, karena harga plastik pun mahal, sudah tidak ada lagi pembedaan kemasan limbah rumah sakit, sehingga limbah medis pun bercampur dengan limbah nonmedis. Limbah nonmedis diperlakukan sama dengan limbah padat lainnya. Artinya, dikelola Dinas Kesehatan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah seperti di Bantar Gebang Bekasi.

"Percampuran limbah itu membuat sering ditemukan limbah medis di TPA, seperti botol infus, jarum suntik. Bagi pemulung plastik limbah medis, itu dianggap bisa didaur ulang, sehingga mereka mengumpulkan alat suntik itu. Sedangkan hewan di sekitar itu, misalnya kucing memakan limbah medis yang mengandung berbagai kuman yang akan berisiko pada manusia bila kucing tersebut menggigit. Itu membuat masalah limbah medis semakin besar," katanya. Ia menjelaskan, untuk limbah medis yang infeksius, berupa cairan, seharusnya dibakar dengan insinerator yang benar. Artinya, insinerator menggunakan suhu lebih dari 1.200 derajat Celsius, dan dilengkapi dengan pengisap pencemar/gas berbahaya yang muncul dari hasil pembakaran.

Abu dari hasil pembakaran distabilkan agar unsur logam dalam bentuk partikel yang terdapat pada abu tidak menjadi bahan toksik/karsinogen. Dengan perkataan lain, limbah infeksius diberlakukan sebagai limbah bahahan berbahaya (B3). Ia mencontohkan, tumor yang sudah diangkat dari pasien hendaknya dibakar dengan insinerator.

"Bukan dibakar dengan pembakaran biasa," ia menegaskan. Tetapi, pengelolaan abu dari pembakaran insinerator baru dapat dilakukan satu perusahaan swasta yang berlokasi di Cileungsi. Kondisi itu membuat permasalahan pengelolaan limbah medis infeksius di daerah. Untuk limbah radiologi, ujarnya, dilakukan oleh Badan Tenaga Atom Nasional (Batan). Setyo juga menjelaskan, dari sekitar 107 rumah sakit di Jakarta, baru sekitar 10 rumah sakit yang mempunyai insinerator, dan itu pun tidak semuanya insinerator yang benar.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Departemen Kesehatan pada 1997 pernah melakukan survei pengelolaan limbah di 88 rumah sakit di luar Kota Jakarta. Berdasarkan kriteria WHO, pengelolaan limbah rumah sakit yang baik bila persentase limbah medis 15 persen. Tetapi, di Indonesia mencapai 23,3 persen. Survei juga menemukan rumah sakit yang memisahkan limbah 80,7 persen, melakukan pewadahan 20,5 persen, pengangkutan 72,7 persen. Sedangkan pengelolaan limbah dengan insinerator untuk limbah infeksius 62 persen, limbah toksik 51,1 persen, limbah radioaktif di Batan 37 persen. (N-4)
Sumber:
http://www.suarapembaruan.com/News/2003/10/20/index.html






Limbah Medis Rumah Sakit Harus Dimusnakan

MEDAN (Berita): Limbah medis yang berasal dari rumah sakit atau Puskesmas harus dimusnakan. Sebab, hal itu dilakukan guna menghindari penyakit menular berbahaya yang bersumber dari barang bekas.
Hal ini diungkapkan Kadis Kesehatan kota Medan, Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI menegaskan, seluruh limbah medis yang diperoleh dari rumah sakit dan Puskesmas di Medan harus dimusnakan. “Limbah medis seperti jarum suntik harus dimusnakan karena dianggap mengandung virus atau penyakit menular berbahaya. Sedangkan untuk limbah medis seperti tabung infus yang tergolong non organik dapat didaurulang. Jika rumah sakit atau Puskesmas tidak memiliki fasilitas pemusnahan maka umumnya akan dikirimkan ke RSUPM, Tembakau Deli dan rumah sakit lain yang memiliki fasilitas pemusnahan limbah medis.
Sedangkan kalau dibilang limbah medis padat seperti jarum suntik, digunakan dan dimanfaatkan beberapa pihak untuk dijual kembali, “Itu tidak diperbolehkan. Bahkan bisa dikenakan teguran hingga sanksi,” ujar Umar Zein. Sementara itu, Direktur RSU Sari Mutiara, dr Deli Theo SPpK yang dikonfirmasi Berita, Selasa [31/03] menuturkan, “limbah medis padat seperti jarum suntik setiap beberapa waktu akan dimusnakan di sebuah lahan pemusnahan.
Lahan tersebut menurut Theo, sengaja disediakan pihaknya yang berlokasi dibelakang rumah sakit RSU Sari Mutiara untuk pemusnahan limbah medis berjenis padat seperti jarum suntik. Sedangkan untuk limbah medis padat berjenis daging yang diperoleh dari pasien yang menjalankan operasi seperti kanker, tumor dan operasi kecil lain akan dikirim ke fakultas kedokteran USU.
“Kalau limbah medis seperti jarum suntik sudah pasti kita musnahkan. Karena jarum suntik salah satu alat yang dapat menyebabkan penyebaran virus atau penyakit menular berbahaya. Sedangkan limbah medis padat lainnya seperti daging yang diperoleh dari operasi pasien di rumah sakit akan dikirimkan ke Fakultas Kedokteran USU. Kemungkinan untuk bahan praktek,” tutur Theo sembari menegaskan pihaknya memiliki lahan khusus untuk pemusnahan limbah medis padat itu.
Theo juga menambahkan limbah medis non organik seperti botol infus akan dikumpulkan untuk diperjual belikan kembali pada seorang penampung. “Limbah medis seperti botol infus akan kita tampung disebuah tempat kemudian nantinya akan ada seseorang yang mengutip barang itu. Kita jual barang tersebut karena bisa didaur ulang,” ungkapnya lagi.
Namun, RSU Bina Kasih melalui staf marketingnya, Drs Martua Manihuruk menyatakan seluruh limbah medis yang bersumber dari rumah sakit yang terletak kawasan Medan Sunggal ini membuangnya pada suatu tempat. ” Limbah itu tidak kita musnahkan. Kita kumpulkan kemudian akan kita buang dengan bantuan seorang pemungut sampah. “Saya juga tidak tahu kalau itu harus dimusnakan atau dikemanakan,” ucapnya.(pan)
http://beritasore.com/2009/03/31/limbah-medis-rumah-sakit-harus-dimusnakan/


Pengelolaan Limbah Medis
Pemilahan sampah / limbah medis berdasarkan kategori. Perhatikan perbedaan warna wadah.
Pada umumnya 10 - 15% limbah yang dihasilkan oleh sarana pelayan kesehatan, adalah limbah medis. Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain di sekitar lingkungannya. Jadi limbah medis dapat dikategorikan sebagai limbah infeksius dan masuk pada klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mencegah terjadinya dampak negatif limbah medis tersebut terhadap masyarakat atau lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan secara khusus.

KATEGORI LIMBAH
• Limbah Infeksius
Limbah yang dicurigai mengandung bahan patogen contoh kultur laboratorium, limbah dari ruang isolasi, kapas, materi atau peralatan yang tersentuh pasien yang terinfeksi, ekskreta
• Limbah Patologis
Jaringan atau potongan tubuh manusia, contoh bagian tubuh, darah dan cairan tubuh yang lain termasuk janin
• Limbah Benda Tajam
Limbah benda tajam, contoh jarum, peralatan infus, skalpel, pisau, potongan kaca
• Limbah Farmasi
Limbah yang mengandung bahan farmasi contoh obat-obatan yang sudah kadaluwarsa atau tidak diperlukan lagi, item yang tercemar atau berisi obat
• Limbah Genotoksik
Limbah yang mengandung bahan dengan sifat genotoksik contoh limbah yang mengandung obat-obatan sitostatik (sering dipakai dalam terapi kanker) zat kimia genotoksik. Produk bersifat genotoksik yang paling banyak digunakan untuk sarana pelayanan kesehatan:
1. Golongan Karsinogenik
o Benzen
2. Obat Sitotoksik
o Azatioprin, Klorambusil, Siklosporin, Siklofosfamid, Melfalan, Semustin, Tamoksifen, Tiotepa, Treosulfan
3. Golongan yang kemungkinan karsinogenik
o Azacitidine, bleomycin, carmustine, chloramphenicol, chlorozotocin, cisplatin, dacarbazine, daunorubicin, dihydroxymethylfuratrizine (e.g. Panfuran S—no longer in use), doxorubicin, lomustine, methylthiouracil, metronidazole, mitomycin, nafenopin, niridazole, oxazepam, phenacetin, phenobarbital, phenytoin, procarbazine hydrochloride, progesterone, sarcolysin, streptozocin, trichlormethine
• Limbah Kimia
Limbah yang mengandung bahan kimia contoh reagen di laboratorium, film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluwarsa atau sudah tidak diperlukan, solven. Limbah ini dikategorikan limbah berbahaya jika memiliki beberapa sifat (toksik, korosif (pH12), mudah terbakar, reaktif (mudah meledak, bereaksi dengan air, rawan goncangan), genotoksik
• Limbah dengan kandungan logam berat tinggi
Baterai, thermometer yang pecah, alat pengukur tekanan darah
• Wadah bertekanan
Tabung gas anestesi, gas cartridge, kaleng aerosol, peralatan terapi pernafasan, oksigen dalam bentuk gas atau cair
• Limbah Radioaktif
• Limbah yang mengandung bahan radioaktif contoh cairan yang tidak terpakai dari terapi radioaktif atau riset di laboratorium
SUMBER LIMBAH MEDIS
• Unit pelayanan kesehatan dasar
• Unit pelayanan kesehatan rujukan
• Unit pelayanan kesehatan penunjang ( laboratorium)
• Unit pelayanan non kesehatan ( farmasi )

FLU BABI

Akankah Mengancam ACEH
by khairul amal
Tersentak Dunia dikejutkan serangan virus flu baru yang muncul kali pertamanya di Meksiko. Departemen kesehatan Meksiko menyatakan penyakit ini telah menewaskan 86 orang dan menyerang lebih dari 1.400 sejak 13 April lalu dan angka tersebut terus bertambah seiring dengan perjalanan waktu. Virus yang sama juga menyerang Amerika Serikat. Pemerintah AS mengumumkan bahwa virus telah ditemukan di New York, California, Texas, Kansas, dan Ohio, namun belum ada laporan mengenai korban jiwa. Sementara Spanyol, Selandia Baru, dan Kanada melaporkan dugaan kasus tersebut kian hari kian mecemaskan.

Amerika Serikat (AS) menetapkan keadaan darurat atas terjadinya kasus suspect flu babi di negara tersebut. Hingga kini terdapat 20 kasus yang sudah terdeteksi antara lain Ohio (1), Kansas (2), dan New York (8). Status darurat ditetapkan setelah digelarnya pertemuan di Gedung Putih yang diikuti oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC). Demikian seperti dilaporkan reuters, Minggu (26/4/2009).

Pertemuan tersebut juga menghasilkan beberapa butir kesimpulan sebagai respons terhadap merebaknya flu babi, yang telah menjadi ketakutan global. Di AS sendiri, belum ada penderita suspect flu babi yang meninggal dunia. Virus itu tergolong baru dan belum ada vaksin untuk mematikannya. CDC merekomendasikan adanya rencana untuk menutup sekolah-sekolah yang potensial bagi penyebaran virus flu babi.

Menteri Keamanan Dalam Negeri Janet Napolitano mengatakan pemeriksaan penumpang pesawat dari Meksiko tidak menjamin dapat mencegah penularan virus flu babi. Karenanya, pemerintah juga akan melakukan pengawasan secara pasif. AS akan menggelontorkan dana US$ 50 juta untuk pengadaan Tamiflu dan Relanza sebagai stok obat-obatan yang strategis. Pemerintah tidak akan mengaitkan wabah flu babi ini dengan kemungkinan percobaan aksi terorisme dan tidak akan melakukan investigasi mengenai hal itu.

Negara-negara Asia mulai mengambil tindakan untuk mengantisipasi menyebarnya flu babi Meksiko ke seluruh dunia. Beberapa di antaranya memberlakukan karantina dan pengecekan terhadap orang-orang yang baru saja tiba dari Meksiko dan Amerika Serikat yang terindikasi gejala flu. Seperti diberitakan Reuters, Minggu (26/4/2009), pemerintah China telah mengeluarkan peringatan darurat dan meminta warganya yang baru saja pulang dari Meksiko dan AS melapor jika mengalami gejala seperti flu. Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian juga terus memantau perkembangan penyebaran virus ini.

Sedangkan Singapura terus memantau dan meminta seluruh petugas kesehatan waspada jika terjadi kasus yang mencurigakan. Pemerintah juga menyarankan warganya yang dalam seminggu terakhir baru pulang dari Meksiko dan Texas serta California segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala yang menyerupai flu. Selain itu warga juga diminta membatasi kunjungan ke Meksiko dan AS. "Yang mengkhawatirkan adalah banyak penderita yang sebelumnya tidak pernah melakukan kontak dengan peternakan maupun babi. Artinya penularan dari orang ke orang sangat bisa terjadi," ujar Menkes Singapura Khaw Boon Wan.
Sementara itu Vietnam telah meluncurkan sistem pengawasan penyakit untuk mendeteksi kasus-kasus yang mencurigakan. Pemerintah Vietnam juga telah berkoordinasi dengan WHO untuk mencari informasi tentang penyakit tersebut dan cara-cara pencegahannya. Korea Selatan bahkan telah mengkarantina dan mengecek setiap orang yang baru datang dari Meksiko dan AS. Hal serupa diberlakukan untuk daging babi impor dari kedua negara tersebut.

Di Hong Kong, pemerintah melakukan pengawasan terhadap titik-titik perbatasan. Orang-orang yang kedapatan mengalami gejala seperti flu babi dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih jauh. Di Jepang, petugas Bandara Narita yang terletak di sebelah timur Tokyo mengecek suhu badan setiap orang yang baru datang dari Meksiko. Pemerintah juga memeriksa setiap babi impor yang hidup. Kementerian Luar Negeri Jepang juga mengeluarkan nasehat (advisory) agar warga yang hendak pergi ke Meksiko mempertimbangkannya kembali jika tidak benar-benar perlu.

Di Filipina, pemerintah meningkatkan pengawasan di pelabuhan untuk mencegah masuknya daging babi impor dari AS dan Meksiko. Mereka juga menyerukan agar dilakukan vaksinasi rutin terhadap peternakan babi. Adapun di Malaysia, orang-orang yang menuju dan pulang dari Meksiko diperiksa kesehatannya. Di Indonesia sendiri, Departemen Kesehatan telah mengambil berbagai langkah antisipatif dan berkoordinasi dengan WHO serta Departemen Peternakan dan Departemen Pertanian. Namun sejauh ini belum ada pemeriksaan dan karantina yang dilakukan terhadap warga yang baru datang dari Meksiko dan AS.

Flu babi jenis baru yang merupakan kombinasi antara flu burung, flu babi, dan flu manusia ini telah merenggut banyak nyawa dan menginfeksi lebih dari 1.500 orang di Meksiko. Flu ini juga telah menjalar ke AS dan menginfeksi 11 orang dan diduga telah pula merambah Selandia Baru. WHO telah memperingatkan semua negara di seluruh dunia agar waspada terhadap kemungkinan munculnya pandemi global. Pandemi flu terakhir kali terjadi pada tahun 1968 saat flu 'Hong Kong' menewaskan sekitar 1 juta orang di seluruh dunia.

Sementara itu di Indonesia sendiri Menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Depkes Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P., MARS kepada wartawan di Makassar, Sabtu (25/4), pemerintah melakukan enam langkah untuk kesiapsiagaan mencegah H1N1.

Enam langkah itu adalah:
1. Mengumpulkan data dan kajian ilmiah tentang penyakit ini dari berbagai sumber
2. Berkoordinasi dengan WHO untuk memantau perkembangan.
3. Membuat surat edaran kewaspadaan dini
4. Melakukan rapat koordinasi dengan para kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan
5. Berkoordinasi dengan Badan Litbangkes untuk kemungkinan pemeriksaan spesimen,
6. Berkoordinasi dengan Departemen Pertanian dan Departemen Luar Negeri untuk merumuskan langkah-langkah tindakan penanggulangan.

Tjandra mengatakan, penyakit flu babi adalah penyakit influenza yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1 yang dapat ditularkan melalui binatang, terutama babi, dan ada kemungkinan penularan antar manusia. Secara umum penyakit ini mirip dengan influenza (Influenza Like Illness-ILI) dengan gejala klinis seperti demam, batuk pilek, lesu, letih, nyeri tenggorokan, napas cepat atau sesak napas, mungkin disertai mual, muntah dan diare.

"Virus H1N1 sebenarnya biasa ditemukan pada manusia dan hewan terutama babi tetapi keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Begitu juga dengan virus flu burung H5N1 meskipun sama-sama virus influenza tipe A,” ujar Tjandra. Menurut Tjandra, cara penularan flu babi melalui udara dan dapat juga melalui kontak langsung dengan penderita. Masa inkubasinya 3-5 hari. Masyarakat diimbau untuk mewaspadai seperti halnya terhadap flu burung."Menjaga perilaku hidup bersih dan sehat, menutup hidung dan mulut apabila bersin, mencuci tangan pakai sabun setelah beraktivitas, dan segera memeriksakan kesehatan apabila mengalami gejala flu adalah tahap awal menghindari flu babi,” ujar Tjandra.

Bagaimana dengan Provinsi NAD
Secara geografis Provinsi NAD mempunyai beberapa jalur keluar masuk arus manusia baik melalui laut/Sabang, melalui darat perbatasan Aceh-SUMUT dan melalui udara beberapa bandara seperti SIM dan bandara lainnya yang ada dalam kabupaten di Provinsi NAD.

Disisi lain ada beberapa kawasan kabupaten dalam provinsi NAD yang sangat meresahkan meliputi Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Singkil dan Kota Sabulussalam, dimana dikabupaten tersebut masih ada masyarakat yang mengkonsumsi dan memelihara babi yang kemungkinan besar akan tertular dan terinfeksi dengan gejala virus babi, Kepala Dinas Kehewanan dan Peternakana Provinsi NAD menyebutkan setiap bulannya ada sekitar 200 ekor babi yang dikonsumsi masyarakat non muslim di Aceh atau 2400 ekor pertahun, Serambi Indonesia Kamis, (30 april 2009).

Himbauan Gubernur Pemerintah Aceh untuk tetap Waspada, Serambi Indonesia Kamis, (30 april 2009). merupakan suatu langkah yang sangat bijak untuk langkah antisipasi jangan sampai warga masyarakat di Provinsi NAD menjadi korban keganasan virus babi tersebut, untuk menindaklanjuti perlu segera diambil langkah langkah pencegahan penanggulangan oleh dinas terkait mengingat penyebaran virus tersebut sangat cepat, Langkah terbaik untuk menghindari hal tersebut adalah dengan pemberian vaksin pada bai sebagai upaya pencegahan awal yang perlu dilakukan dari Dinas terkait seperti tindakan yang dilakukan oleh Pemda Jawa arat, untuk menjaga hal hal yang lebih buruk.

Langkah langkah lain yang perlu dilakukan adalah beberapa pintu masuk arus wisatawan salah satunya kawasan pelabuhan Sabang merupakan daerah yang sangat potensial masuk berbagai jenis penyakir menular seperti flu babi, karena pelabuhan tersebut sering disinggahi oleh berbagai kapal luar negeri seperti Singapura, Thailan dan kapal yang lainnya sering melewati selat malaka. Maka sudah saatnya peran KKP/Kantor kesehatan pelabuhan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan Undang Undang yang berlaku ditanah air dan juga Hukum Internasional tentang kesehatan pelabuhan atau IHR (International Health Regulation), dimana salah satu fungsi dan tugas KKP adalah Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit yang muncul kembali; mengingat beratnya tugas dan tanggung jawab tersebut sudah saatnya SDM dan sarana kelengkapan terus ditingkatkan sehingga dapat melaksanakan tugas secara maksimal.

Sesuai dengan kode etik pengawasan pelabuhan secara hukum internasional, maka peran tugas KKP dapat melaksanakan fungsinya secara optimal dimana bertujuan untuk mencegah masuk dan keluarnya berbagai penyakit menular sehingga jangan sampai kalau kapal yang mendarat dipelabuhan bebas Sabang akan membawa berbagai jenis penyakit menular kekawasan Indonesia khusunya Provinsi NAD. Hal ini dinyatakan kapal terbebas dari penyakit “Steril” oleh Petugas Kesehatan Pelabuhan maka kapal tersebut sudah dizinkan merapat ke Dermaga dengan tanda diturunkannya bendera berwarna kuning.

Sementara itu untuk daerah perbatasan dengan Sumatera Utara yang menjadi lalu lintas arus masuk barang dan manusia yang sangat padat setiap harinya yang berkemungkinan sebagai kawasan yang perlu mendapat perhatian begitu juga dengan Bandara Sultan Iskandar Muda dan bandara bandara lainnya yang ada dalam wilayah Provinsi NAD.

Himbauan tersebut juga mengingatkan kita supaya tidak berdiam diri dan mengambil langkah langkah upaya pencegahan oleh Dinas terkait lainnya yang selalu berkoordinir bersama sama untuk menangulangi jangan sampai adanya jatuh korban seperti kasus kasus flu burung, SARS dan berbagai jenis penyakit flu lainnya. Karena berdasarkan pengalaman kasus kasus penyakit menular yang pernah terjadi dimana akan dilaksanakan penanggulangan pencegahan bila telah ada jatuh korban, bukankah usaha pencegahan (preventif) akan lebih mudah, murah dan mulia untuk dilaksanakan segera dari pada setelah sakit/jatuh koban harus diobati (kuratif).

Sementara statement Menteri Kesehatan bahwa masyarakat tidak perlu kwatir penyebaran flu babi di Indonesia kemungkinannya kecil karena virus tersebut hidup di daerah dingin pada empat musim, Serambi Indonesia Rabu, (29 april 2009), hal tersebut dipahami untuk mencegah kepanikan dalam arti kita tidak boleh lengah dan tetap waspada, data terakhir menyebutkan penularan virus tersebut tidak lagi melalui binatang ke manusia tetapi sudah tingkat dari manusia ke manusia dan ini sangat membahayakan terhadap arus keluar masuk mobilitas penduduk dunia yang datang ke Indonesia khususnya ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Sejarah flu babi
Virus Flu Babi ternyata sudah ada sejak puluhan tahun silam. Jutaan penduduk Eropa pada tahun 1941 dilaporkan tewas akibat endemi penyakit Flu Babi. Secara internasional itu sudah diperingatkan, ini akan menjadi endemik yang mirip dengan kasus pada 1941. Saat itu ada puluhan juta orang meninggal.

Namun selain itu, virus flu babi bisa membuat penderita muntah-muntah dan diare. Demikian seperti diberitakan Reuters, Senin (27/4/2009). Pemerintah AS telah menyatakan wabah flu babi ini merupakan wabah yang serius. Wabah ini juga diyakini akan terus menyebar. Bahkan badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan, flu babi merupakan keadaan darurat kesehatan publik yang menjadi keprihatinan internasional. Flu babi ini mendatangkan risiko terbesar terjadinya pandemi berskala besar sejak wabah avian flu yang muncul kembali pada tahun 2003 lalu dan menewaskan 257 orang dari 421 penderita di 15 negara

Apakah flu babi itu dan bagaimana cara pencegahannya? Berikut jawaban dari Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat atau Centers for Disease Control and Prevention

Apakah flu babi itu?
Flu babi adalah penyakit pernafasan yang menyerang babi, biasanya penyakit itu tak menular pada manusia. Ketika babi terkena penyakit ini, menurut data WHO 1-4 persen mati. Kadang flu babi juga diidap manusia yang bersentuhan dengan babi. Flu babi yang menyerang saat ini berbeda dengan jenis flu yang biasanya ada pada manusia atau babi. Jenis flu baru ini terdiri dari materi genetik babi, burung, dan manusia. Menurut WHO tak seperti flu babi biasanya, jenis baru ini bisa menular antar manusia.

Babi bisa dikatakan sebagai 'mangkuk pencampur' virus. Burung tak bisa menularkan flu ke manusia. Sedangkan babi rentan mengidap flu burung. Para ahli telah lama mengkhawatirkan flu burung yang diidap babi lantas bermutasi di tubuh babi menjadi virus yang lebih berbahaya dan bisa menular ke mamalia lain, termasuk manusia.
Jenis flu ini kelihatannya sensitif dengan antivirus seperti Relenza and Tamiflu, tapi tak mempan terhadap Amantadine, Symmetrel, Rimantadine, atau Flumadine. Dalam kondisi flu biasa, jika mengkonsumsi obat 48 jam setelah bisa meringankan sakit. Gejalanya mirip flu pada umumnya yakni demam, lelah, nafsu makan hilang, dan batuk. Beberapa penderita mengelami hidung berlendir, tenggorokan sakit, muntah-muntah, dan diare.

Tetap tinggal di rumah atau sekolah untuk menghindari penularan ke orang lain. Jangan bepergian terutama dengan pesawat. Hubungi dokter untuk mendapatkan arahan tindakan, namun jangan mengunjungi klinik atau rumah sakit yang belum melakukan persiapan untuk merawat pasien flu babi.

Bagaimana cara menghindari flu babi?
Biasakan mencuci tangan secara teratur, menggunakan sabun. Pakailah masker ketika bepergian di daerah ramai untuk menghindari penyebaran kuman. Flu Babi alias Swine Flu atau H1N1 setidaknya sudah menewaskan 68 orang di Meksiko. Pandemi Flu Babi juga telah menyebarkan ke Amerika Serikat. Bahkan Badan Kesehatan Dunia WHO sudah menyatakan pandemi Flu Babi sudah berada di level 6 alias pandemi global.

Delapan kasus Flu Babi yang ditemukan di Amerika Serikat diduga ditularkan antar manusia. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan dugaan tersebut saat konferensi pers di Hotel Imperial Aryaduta Makassar. Dia menjelaskan, Flu Babi yang muncul saat ini adalah virus tipe A H1N1. "Ada H1N1, H1N2, H3N1, H3N2. Dan yang ditemukan adalah H1N1," ujarnya, Sabtu (25/4/2009).

Tjandra menambahkan, virus tersebut berbeda dengan virus Flu Burung. Pada Flu Burung, virus H5N1 tidak ada penularan antar manusia. Dugaaan sementara, virus H1N1 penyebab Flu Babi dapat menular antar manusia. "H5N1 tidak sama dengan H1N1, sangat berbeda. Virus ini berdekatan dengan virus flu biasa tipe A," terangnya. Sebelumnya, virus Flu Babi mewabah di Meksiko. Dari 878 orang yang mengalami gejala Flu Babi, 152 orang telah meninggal dunia. 20 di antaranya telah conform terkena virus H1N1 penyebab Flu Babi. Selain itu, delapan kasus yang ditemukan di Amerika Serikat juga telah conform Flu Babi.

Tinggal menunggu waktu
Ahli ilmu virus China mengingatkan kemungkinan terjadinya pandemi flu babi (swine flu). Menurutnya hal itu tinggal menunggu waktu. "Kita tinggal hitung mundur untuk sebuah pandemi," kata Guan Yi, Profesor di Universitas Hong Kong yang telah membantu memerangi wabah SARS dan flu burung. "Saya pikir penyebaran virus ini pada manusia tidak mungkin diatasi dalam waktu dekat... sudah ada kasus di hampir semua wilayah. Gambarannya berubah setiap saat," kata Prof Guan seperti dilansir Reuters, Senin (27/4/2009).

Diimbuhkan pakar China itu, akan jadi masalah besar jika flu babi mencapai China dan India. Sebab penduduk negeri itu begitu padat dan infrastruktur kesehatan masih belum memadai. Saat ini masih banyak pertanyaan seputar virus strain baru ini. Misalnya, mengapa kasus flu babi ini lebih ringan di AS dan jauh lebih mematikan di Meksiko.

"Itu kelihatannya lebih lemah di AS saat ini, tapi kita tidak tahu apakah virus itu akan menjadi lebih ganas ketika sampai ke tempat-tempat lainnya karena virus terus bermutasi," tandas Prof Guan. Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO menyebut virus flu babi ini sebagai masalah darurat kesehatan publik internasional yang bisa menjadi pandemi atau wabah global.

Memang masih ada sebagian orang yang mengganggap flu babi tidak akan ada di Aceh karena mayoritas masyarakatnya beragama islam dan tidak mengkonsumsi daging babi, pernyataan diatas belum tentu benar semuanya, bukankah perbatasan provinsi Aceh dan Sumut dimana provinsi tetangga tersebut masih ada sebagian masyarakatnya mengkonsumsi daging babi, sehingga kemungkinan besar akan terlular dan menjalar ke Pronvinsi yang kita cintai ini.

Tulisan ini tentu bukan upaya pencegahan, tapi sekedar mewanti wanti karena kewaspadaan bukan barang haram, Mudah-mudahan bencana wabah penyakit flu babi dengan harapan Pemerintah Aceh memperhatikan keselamatan warganya, sudah cukup bencana besar maupun kecil yang harus dihadapi, oleh karena itu pemerintah, dinas terkait, akademisi dan masyarakat aceh lainnya bersama bekerja sesuai dengan tangung jawabnya, menjaga jangan sampai penyakit yang berbahaya tersebut ada di bumi serambi mekkah. Semoga..!
T. Hamdani, ST
Staf pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Depkes NAD
Mhs Pasca sarjana TML F.T. Kimia Unsyiah.

PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENJADI PUPUK KOMPOS

Khairul Amal, AMKL


Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian dengan bantuan mikroba maupun biota lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan Kompos (vermicompost).
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.

Asal Bahan
1. Pertania
Limbah dan residu tanaman Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
Limbah & residu ternak Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri
Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
3.Limbah rumah tangga
Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota

Manfaat Kompos
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Dasar-dasar Pengomposan
Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertaniah, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

Proses Pengomposan Aerobik
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.


organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme Organisme Jumlah/gr kompos
Mikroflora : Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
Mikrofanuna: Protozoa
Makroflora : Jamur tingkat tinggi
Makrofauna : Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll

Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan

Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.

Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
 Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
 Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
 Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
 Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
 Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
 Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
 pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
 Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos- kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
 Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
 Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi Konsisi yang bisa diterima Ideal
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40 – 65 % 45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd
Ph 5.5 – 9.0 6.5 – 8.0
Suhu 43 – 66oC 54 -60oC

Strategi Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
3. Mengambungkan strategi pertama dan kedua.

Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.

Menggunakan Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya : Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.

Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.

Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos
3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos

Pengomposan secara aerobik
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
1. Terowongan udara (Saluran Udara)
o Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
o Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
o Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
o Sudut : 45°
o Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton

2. Sekop
o Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3. Garpu/cangkrang
o Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan sampah
4. Saringan/ayakan
o Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
o Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
o Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar
5. Termometer
o Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
o Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
o Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah
6. Timbangan
o Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan
o Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan
7. Sepatu boot
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
8. Sarung tangan
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
9. Masker
o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan terbang lainnya


Kompos Bahan Organik Dan Kotoran Hewan
Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang berfungsi dalam memberi asupan oksigen serta membalik bahan secara praktis. Komposter Rotary Klin berkapasitas 1 ton bahan sampah mengelola proses membalik bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter BioPhoskko disertai aktivator kompos yang tepat akan meningkatkan kerja penguraian bahan (dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.
Tahapan pengomposan
1. Pemilahan Sampah
o Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2. Pengecil Ukuran
o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3. Penyusunan Tumpukan
o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Pembalikan
o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6. Pematangan
o Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7. Penyaringan
o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
o kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
o kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
Kontrol proses produksi kompos
1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.
2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan optimal.
3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
Proses pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
1. Monitoring Temperatur Tumpukan
2. Monitoring Kelembaban
3. Monitoring Oksigen
4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio
5. Monitoring Volume

Mutu kompos
1. kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
3. kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
o Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
o Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
o Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,
o Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
o Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
o Tidak berbau.